di daerah Banten pertama kali berdiri kerajaan Tatar
Sunda Padjajaran Banten Tirta Laya di bawah naungan Prabu Jaya Bupati
(932M) di bawah kekuasaan kerajaan Sriwijaya, Palembang dengan rajanya
Prabu Darma Setu.
Di masa Prabu Bala Putra Dewa, pengganti Prabu Darma
Setu, Sriwijaya yang ingin meneruskan jejak ayahandanya di kerajaan
Banten, kerajaan tatar sunda Padjajaran Banten Tirta Laya ini di
tinggalkan oleh rakyatnya karena ada pergolakan dan pemberontakan di
tanah Banten.
Prabu Jaya Bupati memilih mengungsi di Cicatih Suka bumi (Jawa Barat).
Di dalam pengungsiannya, Prabu Jaya Bupati mendeklarasikan kerajaannya
bernama kerajaan Pakuan Padjajaran, dan bergelar “Raja Maharaja Sri Raja
Bupati Jaya Mawehan Wisnu Murti Sama Marijan Wirakrama Tungga Dewa.”
Selain itu, beberapa kerajaan lahir di sini, seperti kerajaan Surya
Wisesa dengan rajanya Prabu Hyang Niskala Wastu Kencana, Prabu Rahyang
Dewa Niskala, Prabu Sri Baduga Maharaja, dan Niskala Wastu Kencana.
Kemudian muncul lagi dinasti kerajaan baru yang diberi nama Kerajaan
Galuh Pakuan dengan rajanya Niskala Wastu Kencana, Raja Tabaan, dan Sang
Ratu Jaya Dewata.
Dibawah kepemimpinan Sang Ratu Jaya Dewata inilah, kejaan Banten kembali
ke asalnya setelah terombang-ambing selama 402 tahun, dengan nama baru
Kerajaan Padjajaran Banten yang kemudian lebih dikenal oleh masyarakat
dengan nama Banten Girang.
Pada masa itulah Syarif Hidayatullah (sunan
gunung Djati) datang ke wilayah Banten dan menaklukkan kerajaan Banten
Girang. Dan mengislamkan Ki Mas Jong dan Agus Ju, penganut Islam pertama
di Banten. Syarif hidayatullah empat tahun menetap di Banten Girang,
dan diteruskan oleh anaknya Sultan Maulana Hasanuddin selama tujuh tahun
sebelum memindahkan pusat kesultanan ke Sorosowan (1537 M), tempat yang
sekarang ini banyak dikenal orang banyak ketimbang Banten Girang